SISTEM KEMITRAAN PETANI SINGKONG DAN KOPERASI
UNTUK MENSEJAHTERAKAN PETANI
Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto
Pada tahun 2008 yang lalu saya pernah menulis tentang keberadaan suatu Kelompok Tani yang berada di Pulau Nunukan, namanya Kelompok Tani Hijau Lestari. Waktu itu saya sangat akrab dengan kelompok ini karena saya sering mengunjungi mereka, dan beberapa pengurusnya juga sering bertemu di kantor maupun di rumah. Dari seringnya bertemu itulah suatu saat muncul cetusan ide tentang bagaimana memulai program untuk mensejahterakan petani di Nunukan ini akan diwujudkan.
Betapa tidak, di kelompok tani ini ada 25 orang anggotanya, lahan kering yang dimiliki oleh seluruh anggotanya sekitar 50 hektar dan lahan basahnya yang berupa sawah tadah hujan dan sebagian beririgasi setengah teknis ada sekitar 20 hektar. Namun demikian keadaan kesejahteraan mereka sangat sederhana. Mereka mengaku bahwa rata-rata pendapatan per bulannya hanya sekitar Rp 500.000 sampai Rp 700.000. Itu pun tidak mereka terima setiap bulannya. Memang demikianlah adanya, karena belum semua lahannya bisa tergarap. Lahan yang tergarap dengan tanaman semusim pun belum tentu berhasil. Inilah yang kemudian menjadikan mereka seperti tidak berdaya mengelola sumberdaya yang ada.
Bukannya mereka malas? Bukan, mereka tidak malas, karena saya tahu hampir tiada hari tanpa turun ke lahan mereka. Malah mereka merasa kekurangan waktu, karena selain harus ke ladangnya (lahan kering) mereka juga harus ke lahan sawahnya. Sebagian mereka juga mengurusi ternak berupa Sapi, kambing ataupun Unggas. Mereka termasuk sangat rajin, namun ternyata kerja keras mereka belum bisa merubah nasibnya, paling tidak sampai saat ini saat tulisan ini And abaca. Sekarang ini kita di pertengahan tahun 2011, awal bulan Juni. Berarti sudah sekitar 3 (tiga) tahun, dan keadaan kelompok tani tersebut belum ada perubahan yang signifikan.
Itu akan lain seandainya scenario pemikiran saya waktu itu bisa dilakukan. Lalu bagaimana rencana waktu itu?
Kelompok Tani Hijau Lestari ini diskenariokan bekerja sama dengan suatu Koperasi yang bergerak di bidang usaha Agribisnis Singkong secara terpadu. Dengan Agribisnis singkong yang terpadu akan dapat menciptakan kepastian hasil usaha dan pendapatan, bisa menyediakan alternative pakan bagi usaha peternakan Sapi, menyediakan sumber pupuk organic yang gratis dan keuntungan-keuntungan lainnya. Agribisnis SIngkong yang dilakukan secara terpadu dengan industry pengolahan tepung mocaf, peternakan Sapi dan industry kecil menengah Pupuk Organik, akan secara sinergis membuat petani lebih maju, mandiri dan sejahtera. Dan usaha yang terpadu yang melibatkan beberapa pihak akan berjalan lebih sinergis, saling menguntungkan dan dapat memaksimalkan seluruh sumber daya yang ada.
Usaha koperasi ini meliputi :
1. Pembelian Singkong segar dari petani
2. Pengolahan Ubikayu menjadi Tepung Mocaf
3. Peternakan Sapi dengan pakan utama dari limbah Singkong
4. Produksi Pupuk Organik dan Pestisida Nabati dari limbah ternak Sapi
5. Mengelola Biogas dari limbah ternak Sapi
6. Usaha simpan pinjam
7. Kios Saprodi dan Sembako
8. Dll.
Skema kemitraan dengan kelompok tani adalah sebagai berikut :
1. Semua petani yang menjadi anggota Kelompok Tani otomatis menjadi anggota koperasi.
2. Usaha koperasi ini berbasis pada lahan usaha kelompok tani yang berupa lahan kering, yaitu seluas 50 hektar dengan pola kerja sama bagi hasil atau sewa atau kontrak pembelian.
3. Para petani sepenuhnya akan menjadi karyawan koperasi untuk mengelola lahan mereka sendiri dengan manajemen koperasi.
4. Komoditi yang diusahakan adalah Singkong untuk produksi Tepung Mocaf.
5. Koperasi mengelola Pabrik Pengolahan Tepung Mocaf, Peternakan Sapi, Pabrik Pupuk Organik dan Pestisida Nabati, dengan memaksimalkan peran serta para petani sebagai karyawan dengan kapasitas yang disesuaikan kemampuannya.
6. Para petani sepakat melakukan kerjasama ini minimal selama 10 tahun.
7. Kerjasama ini diawasi oleh Pemerintah Daerah secara berjenjang dan dibina oleh instansi terkait yang membidanginya.
Lalu apa saja yang akan dihasilkan dari Sistem Kemitraan antara Koperasi dan Kelompok tani dengan lahan usaha seluas 50 hektar ? Kita harus menggunakan beberapa asumsi dulu, yaitu :
1. Produktifitas lahan SIngkong adalah 60-90 ton per hektar per musim (6-9 bulan), atau rata-rata 10 ton/ha/bulan.
2. Limbah kulit singkong rata-rata sebanyak 30 % dari berat ubi.
3. Jumlah pakan limbah untuk setiap ekor Sapi adalah 25 kg pakan/hari/ekor
4. Rendemen Tepung Mocaf dari ubi Singkong rata-rata 25 %.
5. Rasio luas lahan singkong dan jumlah Sapi yang bisa dipelihara dengan pakan dari limbah lahan Singkong adalah 1 hektar dibanding dengan 4 ekor Sapi, atau 4 ekor Sapi/ha.
6. Jumlah limbah padat kering 5 kg/ekor Sapi, dan limbah cair urine Sapi sekitar 5 liter/ekor/hari.
7. Harga pupuk organic padat kering Rp 1.000/kg, harga pupuk organic cair dari urine Sapi Rp 2.000/liter.
8. Penambahan berat badan Sapi sekitar 0,8 kg/ekor/hari
9. Harga berat hidup sapi sekitar Rp 25.000/kg berat hidup
10. Harga ubi Singkong tingkat kebun Rp 300/kg
11. Harga Tepung Mocaf tingkat pabrik Rp 3.500/kg
Produk dari Sistem Agribisnis Singkong Terpadu seluas 50 ha lahan Singkong, 200 ekor Sapi dengan Pabrik Tepung Mocaf kapasitas menyesuaikan, dll. ini adalah :
1. Setelah mulai panen Singkong maka kapasitas produksi ubi rata-rata adalah sekitar 500 ton/bulan, atau 16.666 kg/hari.
2. Nilai pendapatan petani dari ubi Singkong dengan harga tingkat kebun adalah sebesar Rp 150 juta/bulan atau Rp 5 juta/hari.
3. Produksi limbah kulit singkong segar 150 ton/bulan atau 5 ton/hari.
4. Jumlah Sapi yang bisa dikelola dengan pakan limbah singkong adalah 200 ekor, dengan total penambahan berat badan 160kg, dengan total nilai penambahan harga berat hidup Rp 4 juta/hari.
5. Produksi Tepung Mocaf sekitar 125 ton/bulan, atau 4.166 kg/hari
6. Nilai pendapatan Koperasi dari Tepung Mocaf dengan harga tingkat Pabrik adalah sebesar Rp 437,5 juta/bulan atau Rp 14,583 juta/hari.
7. Jumlah produksi pupuk organic padat sebesar 1.000 kg/hari, dengan nilai Rp 1 juta/hari.
8. Sedangkan pupuk organic cair sebesar 1.000 liter/hari senilai Rp 2 juta/hari.
9. Dll.
Tabel Nilai perolehan hasil dari Kemitraan Sistem Agribisnis Singkong-Mocaf-Sapi Terpadu skala 50 hektar antara petani dan koperasi
No.
|
Asal sub system kegiatan | Pihak Petani (Rp /hari) | Pihak Petani (Rp/bulan) | Pihak Koperasi (Rp /hari) | Pihak Koperasi (Rp /bulan) |
1. |
Panen Ubi Singkong |
5 juta |
150 juta |
- |
- |
2. | Produksi Tepung Mocaf | - | - | 14,583 juta | 437,5 juta |
3. | Nilai penambahan berat hidup Sapi | - | - | 4,0 juta | 120,0 juta |
4. | Nilai pupuk organic padat | - | - | 1,0 juta | 30,0 juta |
5. | Nilai pupuk organic cair | - | - | 2,0 juta | 60,0 juta |
|
|
|
|
|
|
| JUMLAH | 5 juta | 150 juta | 21,583 juta | 437,5 juta |
Keterangan : Nilai perolehan tersebut belum dikurangi dengan biaya produksi, biaya operasional, dll.
Dari proyeksi perhitungan di atas terlihat proporsi perolehan petani lebih kecil dibandingkan perolehan koperasi. Sebaliknya nilai perolehan koperasi kelihatan besar. Hal tersebut terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
1. Nilai perolehan tersebut masih kotor, belum dikurangi biaya-biaya seperti biaya produksi, biaya operasional, pembelian bahan baku, biaya tenaga kerja serta biaya penyusutan, dll. Pihak Petani memperoleh Rp 150 juta/bulan/50 hektar lahan atau sebesar Rp 3 juta/bulan/hektar. Kalau rata-rata kepemilikan lahan 2 hektar/petani, maka rata-rata perolehan setiap petani adalah Rp 6 juta/bulan/2 hektar. Seandainya biaya-biaya yang dikeluarkan petani itu 1/3 bagian dari jumlah perolehan, maka perolehan bersih petani dari budidaya Singkong mereka adalah Rp 4 juta/bln/2 hektar atau Rp 2 juta/bln/ha.
2. Perolehan petani memang terutama adalah dari sisi budidaya singkong saja, namun tidak menutup kemungkinan bahwa petani juga bisa berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh koperasi, baik sebagi karyawan atau sebagai mitra kerja, apakah itu di Pabrik Mocaf, di Peternakan Sapi atau di Unit Pengolahan Limbah, Pupuk & Pestisida Nabati serta Unit-unit lain yang dimiliki oleh Koperasi. Unit-unit lain yang dimaksud seperti : Unit Simpan Pinjam, Unit Toko Sembako dan Saprodi, Unit Bengkel, dll.
3. Kalau misalnya dari kegiatan-kegiatan di koperasi petani juga melibatkan diri, artinya petani masih mungkin untuk meningkatkan pendapatannya. Sebagai contoh bila petani diserahi untuk pemeliharaan Sapi dengan pola bagi hasil, tentu petani tersebut akan memperoleh tambahan penghasilan. Apalagi bila ada lagi kegiatan lain dari koperasi seperti pengangkutan hasil panen, pengupasan ubi singkong, operator mesin pabrik, dan lain-lain, tentu akan semakin menambah pendapatan hasil usahanya itu. Jadi tergantung kepada petani, jenis usaha dan kegiatan apa yang akan dimasukinya. Hal tersebut bisa terjadi karena para petani adalah juga anggota koperasi dan berhak untuk juga berpartisipasi dalam jenis-jenis usaha koperasi.
4. Sedangkan nilai perolehan koperasi tinggi karena masih berupa perolehan kotor dan belum dikurangi biaya-biaya, seperti :
a. Pembelian ubi Singkong dari petani
b. Biaya panen dan angkutan ubi dari kebun ke pabrik
c. Biaya prosesing mulai dari pengupasan, pencucian, perajangan, proses fermentasi, penirisan, proses pengeringan chip, penepungan sampai pengemasan, penggudangan sampai proses marketingnya.
d. Demikian juga pada kegiatan-kegiatan koperasi lainnya seperti pemeliharaan ternak Sapi yang menggunakan banyak tenaga kerja dan biaya operasional lainnya.
e. Dst.
Jika diasumsikan bahwa biaya-biaya itu secara keseluruhan unit itu mencapai 70-80 % dan nilai margin usaha itu 20-30%. Maka nilai perolehan bersih dari koperasi sekitar Rp 4,32 - 6,47 juta/hari atau sekitar Rp 129,5 juta sampai Rp 194,2 juta/bulan. Dari hasil ini maka koperasi akan semakin berkembang dan petani yang masuk di dalam system kemitraan tersebut akan turut maju dan berkembang serta lebih sejahtera.
Apakah hitungan-hitungan di atas ada yang masih dipertanyakan? Bagaimana menurut Anda?