...Singkong jadi Andalan Indonesia untuk Pangan, Pakan dan Energi...

Kamis, 05 April 2012

Risalah dan Karakteristik Singkong Gajah





Penemuan Singkong Gajah dimulai dari tahun 2006 dan mulai dikembangkan pada tahun 2008, koleksi berbagai jenis Singkong Unggul yang dimiliki oleh BEC diteliti kembali oleh Prof. Ristono khususnya hasil inventarisasi dari berat umbi basah yang dihasilkan pada satu batang cabutan pohonnya di atas 20 kg diperoleh data berat pada satu jenis varietas yang “lokal” yaitu, 21 kg, 22 kg, 25 kg, 32 kg, 42 kg dan tertinggi adalah 46 kg. Pada akhirnya dilakukan kesepakatan untuk memberikan nama varietas tersebut.

Berbagai usulan muncul dengan hasil akhir ada tiga nama yang perlu dipertimbangkan yaitu: Genjah, Lembusana, dan Gajah. Atas pertimbangan yang mendalam untuk berbagai kepentingan maka diputuskan nama varietas Singkong Unggul yang dikembangkan oleh BEC tersebut adalah SINGKONG GAJAH, dimana keunggulan varietas ini terletak pada:

(1) berat umbi,

(2) kemudahan penanaman,

(3) bisa langsung dikonsumsi sebagai bahan makanan pengganti beras dengan rasa ketan, dan

(4) umur panen 6 – 10 bulan.


Karakteristik Singkong Gajah

Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat BEC (Borneo Environmental Community) telah terdaftar di Badan Kesatuan Bangsa & Politik Provinsi Kalimantan Timur dengan No.220/562/orm/2009, Tanggal 08 April 2009 yang berorientasi pada Lingkungan Hidup.

BEC telah menemukan jenis Singkong di Kalimantan Timur yang diberi nama “SINGKONG GAJAH” sebagai varietas ”Asli” Kalimantan Timur yang ditemukan oleh Prof. Dr. Ristono, MS (Ketua Umum BEC) dan dipublikasikan melalui Koran Lokal dan Internet sejak tanggal 08 juli 2008. Sosialisasi dan pengembangan dimulai tanggal 01 Juni 2009 dengan acara “Panen Raya dan Bazar Singkong Gajah” dilaksanakan di Desa Bukit Pariaman (Separi 1) Kec. Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.


Dalam rangka penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan LSM BEC dengan berbagai Media Tanam, Input Teknologi, dan Jenis Tanah yang berbeda menghasilkan variasi umbi basah cabutan per stek pada umur 9 bulan dengan berat 7 kg – 42 kg.

Dari berbagai sampel cabutan Singkong Gajah dengan umur antara 4 – 9 bulan memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur empuk bahkan ada nuansa rasa ketan. Berbagai jenis olahan Singkong basah menjadi makanan diperoleh kualitas yang bagus antara lain berupa Keripik, Gethuk, Tape dan Bahan sayur pengganti kentang, dan lainnya yang memiliki potensi Ekonomi yang cukup tinggi.

Umbi umur 9 – 12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek, Tepung Tapioka, Tepung Mocal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan demikian Singkong Gajah akan memiliki potensi strategis secara Nasional sebagai Bahan Pangan dan Bahan Bakar Nabati (Energi).

Secara fisik Singkong Gajah memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga memungkinkan bisa menyerap (menahan) air dan sangat berguna bagi keperluan irigasi dan pengendalian banjir. Sedangkan pertumbuhan batang, cabang dan daun mencapai tinggi 5 meter. Tumbuhan ini mempunyai potensi tinggi dalam penyerapan CO2, dengan demikian keberadaan Singkong Gajah besar peranannya bagi pengendalian ekosistem.

Kandungan Sianida yang relatif rendah pada Singkong Gajah terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak (ayam, kambing, dan sapi) tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut. Hal itu juga terlihat pada umbinya, karakteristik semacam ini mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya walaupun mempunyai produktivitas yang tinggi namun tidak dapat langsung dimakan oleh ternak maupun manusia, disebabkan tingkat Kandungan Sianida yang tinggi membuat jenis singkong variates yang lain beracun dan apabila dalam pengolahannya tidak menggunakan metode yang benar akan membahayakan mahluk hidup dan merusak lingkungan.

Potensi kandungan Tepung pada Singkong Gajah akan mencapai titik maksimum pada umur tanaman antara 9 – 12 bulan, dengan demikian apabila Industri Tepung Tapioka mengunakan bahan baku dari Singkong Gajah sebaiknya pada umur panen tersebut.

Sehubungan dengan kondisi iklim di Kalimantan Timur yang sulit dibedakan antara musim penghujan dan kemarau, maka penanaman Singkong Gajah maupun panen di Kalimantan Timur sangat diuntungkan Dengan demikian penyediaan bahan baku untuk industri Tepung Tapioka dapat dilakukan setiap saat dengan rotasi tahunan tanpa memandang hari maupun bulan dengan luasan areal yang besar tersedia.

Perlu diwaspadai adanya siklus musim kering sepuluh tahunan sekali di mana bahaya kekurangan air bisa muncul, maka di dalam metode penanaman Singkong Gajah dalam skala luas harus ada penyediaan tandon air yang difasilitasi dengan mesin pompa air. Pemanfaatan air dan mesin ini sangat diperlukan khususnya pada waktu panen umbi.

Varietas Singkong Gajah ini sudah memperoleh dukungan dari INSTANSI PEMERINTAH yang terkait dan GUBERNUR Kalimantan Timur maupun BANK KALTIM.

Sumber : http://singkonggajah.wordpress.com/

Pabrik Bioetanol Berbahan Baku Singkong Diresmikan

TENGGARONG - Pabrik bioetanol berbahan baku singkong yang merupakan program corporate social responsibility (CSR) PT Indomining, diresmikan operasionalnya oleh Wakil Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) HM Ghufron Yusuf, Selasa (6/3) sore. Pabrik yang mampu menghasilkan 500 liter etanol per hari dengan Fuel Grade Ethanol (FGE) 99,5 persen itu terletak di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sangasanga.

\Turut hadir pada peresmian itu, Kepala Bappeda Kukar Totok Heru Subroto, Kepala Disprindagkop Asmidi, Staf Ahli Bupati Otoy Usman dan Khairil Anwar, Kabag Humas dan Protokol Dafip Haryanto, dan unsur Muspika Sangasanga serta instansi terkait.

Sementara dari PT Indomining, dihadiri Chairman Toba Group Jenderal (Purn) Luhut B Pandjaitan, mantan Menkoperekonomian era Presiden Megawati Soekarnoputri, Rizal Ramli, mantan Menlu RI Hasan Wirayuda, mantan KSAD Jenderal S Bagiyo, dan jajaran direksi PT Indomining. Untuk diketahui, PT Indomining merupakan salah satu anak perusahaan Toba Group.

Ghufron Yusuf menyebut Pemkab Kukar menyambut baik pabrik biofuel ini, sebab dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengembangkan potensi lahan yang ada.
Pemkab juga berharap, kehadiran pabrik bioetanol berbahan baku singkong tersebut dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi warga, khususnya di Sangasanga.
“Kami meminta perusahaan agar memercayakan penanaman singkong sebagai bahan baku pabrik bioetanol ini kepada masyarakat dan bukan justru perusahaan sendiri yang mengelola pabrik hingga melakukan penanaman. Jadi, kami berharap dengan adanya pabrik ini taraf hidup masyarakat akan lebih meningkat,” katanya.

Selanjutnya, Ghufron menyampaikan terima kasih atas partisipasi investor membuka pabrik bioetanol berbahan baku singkong itu, sebab hingga saat ini masih banyak lahan yang bisa dikelola untuk penanaman singkong.

Sementara Chairman Toba Group Luhut B Pandjaitan mengatakan, pembangunan pabrik bioetanol itu merupakan satu salah program CSR PT Indomining, sebuah perusahaan tambang batu bara yang memiliki areal konsesi di Sangasanga.

“Jadi kami akan memberdayakan masyarakat melalui kelompok-kelompok tani dengan cara memberikan penyuluhan kepada mereka dalam proses penanaman singkong kemudian hasilnya akan dibeli oleh pabrik bioetanol ini,” katanya.

Hasil pengolahan singkong menjadi etanol itu, juga akan dipasarkan kepada masyarakat sekitar.
Hingga saat ini, pabrik bioetanol yang dikelola oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) Indo Bio Energi milik PT Indomining baru mampu menghasilkan 500 liter etanol per hari dengan kebutuhan 3,5 ton singkong. “Kami berharap pabrik ini akan menghasilkan hingga 5.000 liter etanol per hari, sehingga dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar masyarakat di Kabupaten Kukar,” sebutnya.


Singkong yang diolah tersebut, lanjut dia, menghasilkan FGE 99,5 persen. “Jika 90 persen premium dicampur 10 persen etanol, maka akan menghasilkan Pertamax Plus sehingga kami berharap produk ini akan menjadi energi alternatif pengganti BBM. Apalagi bahan bakunya sangat mudah ditemukan dan mudah tumbuh pada daerah kering,” terang Pandjaitan.

Sumber : http://singkonggajah.wordpress.com/