...Singkong jadi Andalan Indonesia untuk Pangan, Pakan dan Energi...

Selasa, 15 November 2011

Kuliner dari Singkong : TIWUL INSTAN

Trenggalek Bebas Pestisida dan Pupuk Kimia

TIWUL INSTAN YANG CEPAT SAJI

Tiwul adalah makanan tradisional yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan sejak dahulu yang bahannya dari singkong, thelo , pohong, ketela pohon (manihot utilisima). Dengan perkembangan pola fikir dan tehnologi maka, sekarang dibuat dalam bentuk instan, supaya dalam penyajian lebih cepat dan praktis.

Tiwul instan yang diproduksi oleh masyarakat pedesaan saat ini mulai menggeliat dan mempunyai prospek pasar yang menggebirakan. Walaupun scala usahanya rumah tangga tapi sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat pedesaan. Proses pembuatan yang sederhana dengan hasil produknya sudah layak untuk masuk pasar menegah keatas. Gambar adalah ibu Asmungi salah satu dari ratusan produsen pembuat tiwul instan. Dari 100 kg ketela pohon dapat menghasil tiwul instan 28 kg, dengan sekali daur selama 5 hari.







Sumber : http://jadi-tersesat.blogspot.com/2010/12/tiwul-instan-yang-diproduksi-oleh.html

Kuliner dari Singkong : Tiwul Ayu

Tiwul Ayu

Tiwul Ayu

Pernah dengar makanan bernama tiwul atau thiwul kan? Itu lho makanan tradisional Jawa atau jajanan pasar yang terbuat dari tepung gaplek, gula merah dan kelapa parut.

Nah, bagi yang belum tau tepung gaplek, saya beri tahu ya…tepung gaplek adalah tepung yang terbuat dari singkong kering, berwarna coklat dan berbeda dengan tepung kanji/tapioka yang berwarna putih itu. Bagaimana proses membuatnya, saya pun tak tahu, namun tepung gaplek ini dapat kita jumpai umumnya di desa-desa. Pada jaman sekarang ini, lebih mudah mencari tepung terigu di toko-toko dibandingkan dengan mencari tepung gaplek. Entah kenapa, popularitasnya kok semakin menurun padahal kalau sudah dibuat jajanan thiwul, rasanya mmmm uenak tenan lho.

Beberapa waktu lalu saya membongkar catatan resep almarhum ibu yang ditulis tangan, eh tiba-tiba mata ini terantuk pada resep tiwul ayu. Jadi saja teringat masa-masa ketika ibu dulu suka membuatkan kami sekeluarga kue-kue termasuk tiwul ayu ini (duh…setiap kali teringat beliau hati ini tambah rindu….). Bedanya dengan tiwul tradisional, tiwul ayu ini dibuat dari tepung terigu. Nah lho! Aneh kan? Tapi rasanya, tidak jauh berbeda dengan tiwul aslinya. Penasaran? Yuk, teman-teman ikuti step by step pembuatannya yang mudah sekali.

Bahan:

300 g tepung terigu
3 butir telur
250 g gula merah, disisir halus
3 sdm gula pasir
1 sdm soda kue
1 sdm baking powder, dicampur dalam tepung terigu
Kelapa parut, dibubuhi sedikit garam kemudian dikukus sebentar

Membuatnya:

1. Panaskan panci pengukus
2. Kocok telur bersama gula merah, gula pasir dan soda kue sampai mengental dan mengembang (dengan mikser).
3. Masukkan tepung terigu sedikit demi sedikit.
4. Tuang adonan dalam Loyang yang telah diolesi minyak goreng, kemudian dialasi kertas roti, diolesi lagi dengan minyak goreng dan ditaburi tepung terigu.
5. Kukus selama kira-kira 45 menit. Lalu angkat.
6. Setelah dingin, baru dipotong-potong.
7. Sajikan bersama taburan kelapa parut.

Sumber : http://sarianing.wordpress.com/2011/10/17/tiwul-ayu/

Thiwul Heboh Instant

Tersedia Pilihan Rasa :
Gula Merah Rp. 7.500,-
Instant (Original) Rp. 7.000,-
Pandan Rp. 7.500,-
Tawar Rp. 7.500,-

Sumber : http://kerupukikan-ainie.blogspot.com/2011/04/blog-post_3350.html

KULINER DARI SINGKONG

MAKANAN OLAHAN TRADISIONAL DARI SINGKONG

SINGKONG dikenal juga dengan nama Cassava, Ubi Kayu, Ketela Pohon, Telo Puhung atau Telo Jendal adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Bahkan kulit ubinya dapat dibuat kripik kulit singkong yang gurih dan renyah.
Jenis singkong Manihot esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan kemudian dikembangkan pada masa pra-sejarah di Brasil dan Paraguay. Bentuk-bentuk modern dari spesies yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua varitas M. esculenta dapat dibudidayakan.

Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia.

Singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada sekitar tahun 1810[1], setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 ke Nusantara dari Brasil.

Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang manis, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya. Dari umbi ini dapat pula dibuat tepung tapioka.

Kadar gizi

Kandungan gizi singkong per 100 gram meliputi:
•Kalori 146 kal
•Air 62,50 gram
•Fosfor 40,00 gram
•Karbohidrat 34,00 gram
•Kalsium 33,00 miligram
•Vitamin C 0,00 miligram
•Protein 1,20 gram
•Besi 0,70 miligram
•Lemak 0,30 gram
•Vitamin B1 0,01 miligram[2]

KULINER DARI SINGKONG
Dimasak dengan berbagai cara, singkong banyak digunakan pada berbagai maam masakan.
1.Direbus untuk menggantikan kentang, dan pelengkap masakan.
2.Digoreng dengan diberi bumbu sehingga gurih dan renyah.
3.Dibuat kripik singkong terkenal dengan nama Criping, dapat dibuat dengan rasa gurih maupun pedas dengan sambal baladonya.
4.Tepung singkong dapat digunakan untuk mengganti tepung gandum, baik untuk pengidap alergi.
5.Kulit singkong dapat dibuat kripik kulit singkong yang gurih.

Selain diolah dengan metode di atas singkong dapat diolah sebagai salah satu pilihan kuliner yang lezat dan tentu saja asli Indonesia. Singkong tersebut dapat dapat diolah menjadi:

1.Tiwul/Thiwul
Makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong. Penduduk Pegunungan Kidul (Pacitan, Wonogiri, Gunung Kidul) dikenal mengonsumsi jenis makanan ini sehari-hari.
Tiwul dibuat dari tepung gaplek. Gaplek yang akan dibuat tiwul harus gaplek yang berwarna putih, kalau banyak warna hitamnya akibat pengeringan yang tidak sempurna lebih baik dibuat gatot saja.
Gatot sebagai makanan pokok, kandungan kalorinya lebih rendah daripada beras namun cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras. Tiwul dipercaya mencegah penyakit maag, perut keroncongan, dan lain sebagainya. Tiwul pernah digunakan untuk makanan pokok sebagian penduduk Indonesia pada masa penjajahan Jepang

2.Gatot
Dibuat dari gaplek yang berwarna putih dan hitam. Untuk mendapatkan gatot yang berkualitas dengan warna hitam yang merupakan warna khas gatot dilakukan dengan cara gaplek dihujan-hujankan. Setelah dicuci bersih gaplek dipotong-potong kecil kemudian dikukus. Setelah matang gaplek sudah menjadi gatot dan siap disajikan bersama parutan kelapa dan gula jawa.





3.Cenil
Dibuat dari campuran parutan singkong, agar-agar bubuk, air, gula pasir, santan dan garam. Aduk rata menggunakan tangan kemudian dikukus. Cenil disajikan dengan menaburkan parutan kelapa di atasnya.








4.Growol
Terbuat dari singkong yang diiris kecil-kecil kemudian direndam selama tiga hari dengan penggantian air setiap hari agar tidak “kecut” (asam). Kemudian ditiriskan dan dihancurkan sebelum akhirnya dikukus.








5.Gethuk

Kukus singkong dalam dandang yang telah dipanaskan hingga matang, angkat. Keluarkan dari dandang, haluskan bisa pakai mesin giling, campurkan gula pasir dan garam, aduk rata.Taruh di loyang yang dialas daun pisang, tipiskan hingga 1 1/2 cm, dinginkan, potong (2 x 2) cm. Campur kelapa muda dengan garam hingga rata, tambahkan daum pandan, kukus hingga matang. Sajikan gethuk singkong dengan kelapa muda dan gula pasir. Untuk mendapatkan aneka rasa dapat dicampur dengan bubuk coklat atau strawberry.

Bagi Anda yang tertarik untuk mencicipi kuliner ini, Anda dapat berkunjung ke kota Yogyakarta dan sekitarnya. Untuk Tiwul dan Gatot Anda dapat menemukan di pasar-pasar Wonosari Kabupaten Gunung Kidul, sedangkan Growol dapat diperoleh di pasar Wates Kabupaten Kulon Progo. Untuk Cenil dapat Anda peroleh di pasar Sewon Bantul atau pasar Balangan Sleman. Sedangkan untuk Gethuknya Anda dapat memperoleh di pasar Muntilan atau Magelang.

Jika Anda tidak punya waktu yang cukup untuk menikmati kuliner yang istimewa tersebut, Anda dapat mencoba mencari di pasar Balangan atau pasar Godean yang terletak di Kabupaten Sleman. Anda dapat menikmati kuliner asli Jawa tersebut sambil menikmati panorama alam pedesaan yang asri. Perlu diketahui Growol, Cenil, Tiwul dan Gatot hanya dapat Anda peroleh di pasar-pasar tradisional di Yogyakartam sedangkan untuk Gethuk dapat diperoleh di kota Yogyakarta maupun kota-kota di Jawa Tengah. Namun jika Anda ingin menikmati Gethuk yang paling istimewa hanya akan Anda dapatkan di kota Muntilan dan Magelang.

Dari Stasiun Tugu dapat ditempuh kurang lebih 30 menit ke arah barat kota Yogyakarta. Rutenya adalah Stasiun Tugu, Pingit, Jati Kencana, Godean, Seyegan dan Ngaran, Balangan.

Sumber : http://flora-faunaindonesia.blogspot.com/2011/06/singkong.html

Selasa, 12 Juli 2011

MENINGKATKAN NILAI GIZI ONGGOK (AMPAS SINGKONG)


Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubikayu. Karena kandungan proteinnya rendah (kurang dari 5%), limbah tersebut belum dimanfaatkan orang. Namun dengan teknik fermentasi, kandungan proteinnya dapat ditingkatkan. Sehingga onggokyang terfermentasi, dapat digunakan sebagai bahan baku pakan unggas. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin meluasnya areal penanaman dan produksi ubikayu.

Produksi ubikayu mengalami peningkatan dari 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 19,4 juta ton pada tahun 1995. Setiap ton ubikayu dapat dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok. Dan onggok ini merupakan limbah pertanian yang sering menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%).

Dengan proses bioteknologi dengan teknik fermentasi dapat meningkatkan mutu gizi dari bahan-bahan yang bermutu rendah. Misalnya, produk fermentasi dari umbi ubikayu (Cassapro/ Cassava protein tinggi), memiliki kandungan protein 18-24%, lebih tinggi dari bahan asalnya ubikayu, yang hanya mencapai 3%. Demikian juga, onggok terfermentasi juga memiliki kandungan protein tinggi yakni 18% dan dapat digunakan sebagai bahan baku ransum ayam ras pedaging.

Onggok Terfermentasi
Salah satu teknologi altematif untuk dapat memanfaatkan onggok sebagai bahan baku pakan ternak adalah dengan cara mengubahnya menjadi produk yang berkualitas, yaitu melalui proses fermentasi. Proses tersebut dapat dilakukan secara semi padat dengan menggunakan kapang Aspergillus niger sebagai inokulum, ditambah campuran urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik.

Menurut Supriyati (2003), sebelum difermentasi onggok tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu, sampai kadar airnya maksimal 20% dan selanjutnya digiling. Untuk setiap 10 kg bahan baku pakan dibutuhkan 80 gram kapang Aspergillus niger dan 584,4 gram campuran mineral anorganik. Sedang untuk preparasinya adalah sebagai berikut: 10 kg onggok kering giling dimasukkan ke dalam baskom besar (ukuran 50 kg). Selanjutnya ditambah 584,4 gram campuran mineral dan diaduk sampai rata. Kemudian ditambah air hangat sebanyak delapan liter, diaduk rata dan dibiarkan selama beberapa menit. Setelah agak dingin ditambahkan 80 gram Aspergillus niger dan diaduk kembali. Setelah rata dipindahkan ke dalam baki plastik dan ditutup. Fermentasi berlangsung selama empat hari. Setelah terbentuk miselium yang terlihat seperti fermentasi tempe, maka onggok terfermentasi dipotong- potong, diremas-remas dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 derajat C dan selanjutnya digiling.

Setelah dianalisa kandungan nutriennya, antara onggok dan onggok terfermentasi berbeda. Yaitu, kandungan protein kasar dan protein sejati, masing-masing meningkat dari 2,2 menjadi 25,6 dan 18,4%. Sedang karbohidratnya menurun dari 51,8 menjadi 36,2%. Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang Aspergillus niger menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya. Dan kandungan protein meningkat dari 2,2 menjadi 18,4%, dengan menggunakan urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen.

Aman untuk Unggas
Penggunaan onggok fermentasi sampai dengan 10% dalam formulasi pakan ayam pedaging masih aman dan tidak menimbulkan dampak negatif. Artinya aman untuk dikonsumsi oleh ayam. Pada percobaan di Balai Penelitian Ternak (Balitnak), digunakan 144 ekor ayam pedaging umur tiga hari, dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan (P1, P2 dan P3) diberi formula pakan dengan tiga tingkatan onggok terfermentasi yang berbeda. Yaitu, P1: 0% (kontrol), P2: 5,0% dan P3: 10,0% (onggok terfermentasi) dalam pakan. Namun kandungan protein kasar dari ransum tersebut telah diperhitungkan dan untuk tiap-tiap formula adalah sebagai berikut: P1: 20,7%, P2: 21,04% dan P3: 21,05%. Percobaan dilakukan selama empat minggu.

Dari uji biologis tersebut menunjukkan bahwa, kinerja ayam pada semua kelompok,selama percobaan cukup baik dan tidak dijumpai adanya kematian ayam. Sedang pertambahan bobot badan dari kelompok ayam yang memperoleh pakan onggok terfermentasi 10% (P3) sebesar 960 gram. Dan ini tidak berbeda nyata dengan kelompok ayam P2 (5% onggok terfermentasi). Pada kedua pertakuan (P2 dan P3), juga tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (0% onggok terfermentasi), yang mempunyai bobot hidup sebesar 988 gram. Konsumsi pakan juga tidak berbeda antar perlakuan dan selama perlakuan konsumsi pada kel. P1, P2 dan P3, masing-masing adalah 1.882, 1.912 dan 1.869 gram. Sedang untuk nilai konversi pakan adalah 1,90 untuk semua perlakuan.

Dengan demikian, maka onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat digunakan dalam formulasi pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase bobot karkas, bobot hati dan rempela juga tidak ada perbedaan yang nyata. Namun, pemberian lebih tinggi dari 10%, perlu pengkajian lebih lanjut. Sebab pada penelitian sebelumnya pernah dilaporkan bahwa, penggunaan cassapro ubikayu, lebih dari 10% dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pertambahan bobot badan maupun konversi pakan.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, mutu onggok dapat ditingkatkan sebagai bahan baku pakan sumber protein, yang pemanfaatannya dapat dikembangkan pada tingkat peternak. Bila ditinjau dari aspek kandungan proteinnya, maka kemungkinan ke depan, penggunaan onggok terfermentasi untuk pakan unggas memiliki prospek yang baik dan diharapkan dapat menggantikan jagung/dedak atau polard.

Sumber : http://fungisidaorganik.blogspot.com/2011/07/meningkatkan-nilai-gizi-onggok-ampas.html?spref=fb

Rabu, 08 Juni 2011

SISTEM KEMITRAAN PETANI SINGKONG DAN KOPERASI UNTUK MENSEJAHTERAKAN PETANI

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

SISTEM KEMITRAAN PETANI SINGKONG DAN KOPERASI

UNTUK MENSEJAHTERAKAN PETANI

Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto


Pada tahun 2008 yang lalu saya pernah menulis tentang keberadaan suatu Kelompok Tani yang berada di Pulau Nunukan, namanya Kelompok Tani Hijau Lestari. Waktu itu saya sangat akrab dengan kelompok ini karena saya sering mengunjungi mereka, dan beberapa pengurusnya juga sering bertemu di kantor maupun di rumah. Dari seringnya bertemu itulah suatu saat muncul cetusan ide tentang bagaimana memulai program untuk mensejahterakan petani di Nunukan ini akan diwujudkan.

Betapa tidak, di kelompok tani ini ada 25 orang anggotanya, lahan kering yang dimiliki oleh seluruh anggotanya sekitar 50 hektar dan lahan basahnya yang berupa sawah tadah hujan dan sebagian beririgasi setengah teknis ada sekitar 20 hektar. Namun demikian keadaan kesejahteraan mereka sangat sederhana. Mereka mengaku bahwa rata-rata pendapatan per bulannya hanya sekitar Rp 500.000 sampai Rp 700.000. Itu pun tidak mereka terima setiap bulannya. Memang demikianlah adanya, karena belum semua lahannya bisa tergarap. Lahan yang tergarap dengan tanaman semusim pun belum tentu berhasil. Inilah yang kemudian menjadikan mereka seperti tidak berdaya mengelola sumberdaya yang ada.

Bukannya mereka malas? Bukan, mereka tidak malas, karena saya tahu hampir tiada hari tanpa turun ke lahan mereka. Malah mereka merasa kekurangan waktu, karena selain harus ke ladangnya (lahan kering) mereka juga harus ke lahan sawahnya. Sebagian mereka juga mengurusi ternak berupa Sapi, kambing ataupun Unggas. Mereka termasuk sangat rajin, namun ternyata kerja keras mereka belum bisa merubah nasibnya, paling tidak sampai saat ini saat tulisan ini And abaca. Sekarang ini kita di pertengahan tahun 2011, awal bulan Juni. Berarti sudah sekitar 3 (tiga) tahun, dan keadaan kelompok tani tersebut belum ada perubahan yang signifikan.

Itu akan lain seandainya scenario pemikiran saya waktu itu bisa dilakukan. Lalu bagaimana rencana waktu itu?

Kelompok Tani Hijau Lestari ini diskenariokan bekerja sama dengan suatu Koperasi yang bergerak di bidang usaha Agribisnis Singkong secara terpadu. Dengan Agribisnis singkong yang terpadu akan dapat menciptakan kepastian hasil usaha dan pendapatan, bisa menyediakan alternative pakan bagi usaha peternakan Sapi, menyediakan sumber pupuk organic yang gratis dan keuntungan-keuntungan lainnya. Agribisnis SIngkong yang dilakukan secara terpadu dengan industry pengolahan tepung mocaf, peternakan Sapi dan industry kecil menengah Pupuk Organik, akan secara sinergis membuat petani lebih maju, mandiri dan sejahtera. Dan usaha yang terpadu yang melibatkan beberapa pihak akan berjalan lebih sinergis, saling menguntungkan dan dapat memaksimalkan seluruh sumber daya yang ada.


Usaha koperasi ini meliputi :

1. Pembelian Singkong segar dari petani

2. Pengolahan Ubikayu menjadi Tepung Mocaf

3. Peternakan Sapi dengan pakan utama dari limbah Singkong

4. Produksi Pupuk Organik dan Pestisida Nabati dari limbah ternak Sapi

5. Mengelola Biogas dari limbah ternak Sapi

6. Usaha simpan pinjam

7. Kios Saprodi dan Sembako

8. Dll.

Skema kemitraan dengan kelompok tani adalah sebagai berikut :

1. Semua petani yang menjadi anggota Kelompok Tani otomatis menjadi anggota koperasi.

2. Usaha koperasi ini berbasis pada lahan usaha kelompok tani yang berupa lahan kering, yaitu seluas 50 hektar dengan pola kerja sama bagi hasil atau sewa atau kontrak pembelian.

3. Para petani sepenuhnya akan menjadi karyawan koperasi untuk mengelola lahan mereka sendiri dengan manajemen koperasi.

4. Komoditi yang diusahakan adalah Singkong untuk produksi Tepung Mocaf.

5. Koperasi mengelola Pabrik Pengolahan Tepung Mocaf, Peternakan Sapi, Pabrik Pupuk Organik dan Pestisida Nabati, dengan memaksimalkan peran serta para petani sebagai karyawan dengan kapasitas yang disesuaikan kemampuannya.

6. Para petani sepakat melakukan kerjasama ini minimal selama 10 tahun.

7. Kerjasama ini diawasi oleh Pemerintah Daerah secara berjenjang dan dibina oleh instansi terkait yang membidanginya.

Lalu apa saja yang akan dihasilkan dari Sistem Kemitraan antara Koperasi dan Kelompok tani dengan lahan usaha seluas 50 hektar ? Kita harus menggunakan beberapa asumsi dulu, yaitu :

1. Produktifitas lahan SIngkong adalah 60-90 ton per hektar per musim (6-9 bulan), atau rata-rata 10 ton/ha/bulan.

2. Limbah kulit singkong rata-rata sebanyak 30 % dari berat ubi.

3. Jumlah pakan limbah untuk setiap ekor Sapi adalah 25 kg pakan/hari/ekor

4. Rendemen Tepung Mocaf dari ubi Singkong rata-rata 25 %.

5. Rasio luas lahan singkong dan jumlah Sapi yang bisa dipelihara dengan pakan dari limbah lahan Singkong adalah 1 hektar dibanding dengan 4 ekor Sapi, atau 4 ekor Sapi/ha.

6. Jumlah limbah padat kering 5 kg/ekor Sapi, dan limbah cair urine Sapi sekitar 5 liter/ekor/hari.

7. Harga pupuk organic padat kering Rp 1.000/kg, harga pupuk organic cair dari urine Sapi Rp 2.000/liter.

8. Penambahan berat badan Sapi sekitar 0,8 kg/ekor/hari

9. Harga berat hidup sapi sekitar Rp 25.000/kg berat hidup

10. Harga ubi Singkong tingkat kebun Rp 300/kg

11. Harga Tepung Mocaf tingkat pabrik Rp 3.500/kg

Produk dari Sistem Agribisnis Singkong Terpadu seluas 50 ha lahan Singkong, 200 ekor Sapi dengan Pabrik Tepung Mocaf kapasitas menyesuaikan, dll. ini adalah :

1. Setelah mulai panen Singkong maka kapasitas produksi ubi rata-rata adalah sekitar 500 ton/bulan, atau 16.666 kg/hari.

2. Nilai pendapatan petani dari ubi Singkong dengan harga tingkat kebun adalah sebesar Rp 150 juta/bulan atau Rp 5 juta/hari.

3. Produksi limbah kulit singkong segar 150 ton/bulan atau 5 ton/hari.

4. Jumlah Sapi yang bisa dikelola dengan pakan limbah singkong adalah 200 ekor, dengan total penambahan berat badan 160kg, dengan total nilai penambahan harga berat hidup Rp 4 juta/hari.

5. Produksi Tepung Mocaf sekitar 125 ton/bulan, atau 4.166 kg/hari

6. Nilai pendapatan Koperasi dari Tepung Mocaf dengan harga tingkat Pabrik adalah sebesar Rp 437,5 juta/bulan atau Rp 14,583 juta/hari.

7. Jumlah produksi pupuk organic padat sebesar 1.000 kg/hari, dengan nilai Rp 1 juta/hari.

8. Sedangkan pupuk organic cair sebesar 1.000 liter/hari senilai Rp 2 juta/hari.

9. Dll.

Tabel Nilai perolehan hasil dari Kemitraan Sistem Agribisnis Singkong-Mocaf-Sapi Terpadu skala 50 hektar antara petani dan koperasi

No.

Asal sub system kegiatan

Pihak

Petani

(Rp /hari)

Pihak

Petani

(Rp/bulan)

Pihak

Koperasi

(Rp /hari)

Pihak

Koperasi

(Rp /bulan)

1.

Panen Ubi Singkong

5 juta

150 juta

-

-

2.

Produksi Tepung Mocaf

-

-

14,583 juta

437,5 juta

3.

Nilai penambahan berat hidup Sapi

-

-

4,0 juta

120,0 juta

4.

Nilai pupuk organic padat

-

-

1,0 juta

30,0 juta

5.

Nilai pupuk organic cair

-

-

2,0 juta

60,0 juta








JUMLAH

5 juta

150 juta

21,583 juta

437,5 juta

Keterangan : Nilai perolehan tersebut belum dikurangi dengan biaya produksi, biaya operasional, dll.

Dari proyeksi perhitungan di atas terlihat proporsi perolehan petani lebih kecil dibandingkan perolehan koperasi. Sebaliknya nilai perolehan koperasi kelihatan besar. Hal tersebut terjadi karena hal-hal sebagai berikut :

1. Nilai perolehan tersebut masih kotor, belum dikurangi biaya-biaya seperti biaya produksi, biaya operasional, pembelian bahan baku, biaya tenaga kerja serta biaya penyusutan, dll. Pihak Petani memperoleh Rp 150 juta/bulan/50 hektar lahan atau sebesar Rp 3 juta/bulan/hektar. Kalau rata-rata kepemilikan lahan 2 hektar/petani, maka rata-rata perolehan setiap petani adalah Rp 6 juta/bulan/2 hektar. Seandainya biaya-biaya yang dikeluarkan petani itu 1/3 bagian dari jumlah perolehan, maka perolehan bersih petani dari budidaya Singkong mereka adalah Rp 4 juta/bln/2 hektar atau Rp 2 juta/bln/ha.

2. Perolehan petani memang terutama adalah dari sisi budidaya singkong saja, namun tidak menutup kemungkinan bahwa petani juga bisa berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh koperasi, baik sebagi karyawan atau sebagai mitra kerja, apakah itu di Pabrik Mocaf, di Peternakan Sapi atau di Unit Pengolahan Limbah, Pupuk & Pestisida Nabati serta Unit-unit lain yang dimiliki oleh Koperasi. Unit-unit lain yang dimaksud seperti : Unit Simpan Pinjam, Unit Toko Sembako dan Saprodi, Unit Bengkel, dll.

3. Kalau misalnya dari kegiatan-kegiatan di koperasi petani juga melibatkan diri, artinya petani masih mungkin untuk meningkatkan pendapatannya. Sebagai contoh bila petani diserahi untuk pemeliharaan Sapi dengan pola bagi hasil, tentu petani tersebut akan memperoleh tambahan penghasilan. Apalagi bila ada lagi kegiatan lain dari koperasi seperti pengangkutan hasil panen, pengupasan ubi singkong, operator mesin pabrik, dan lain-lain, tentu akan semakin menambah pendapatan hasil usahanya itu. Jadi tergantung kepada petani, jenis usaha dan kegiatan apa yang akan dimasukinya. Hal tersebut bisa terjadi karena para petani adalah juga anggota koperasi dan berhak untuk juga berpartisipasi dalam jenis-jenis usaha koperasi.

4. Sedangkan nilai perolehan koperasi tinggi karena masih berupa perolehan kotor dan belum dikurangi biaya-biaya, seperti :

a. Pembelian ubi Singkong dari petani

b. Biaya panen dan angkutan ubi dari kebun ke pabrik

c. Biaya prosesing mulai dari pengupasan, pencucian, perajangan, proses fermentasi, penirisan, proses pengeringan chip, penepungan sampai pengemasan, penggudangan sampai proses marketingnya.

d. Demikian juga pada kegiatan-kegiatan koperasi lainnya seperti pemeliharaan ternak Sapi yang menggunakan banyak tenaga kerja dan biaya operasional lainnya.

e. Dst.

Jika diasumsikan bahwa biaya-biaya itu secara keseluruhan unit itu mencapai 70-80 % dan nilai margin usaha itu 20-30%. Maka nilai perolehan bersih dari koperasi sekitar Rp 4,32 - 6,47 juta/hari atau sekitar Rp 129,5 juta sampai Rp 194,2 juta/bulan. Dari hasil ini maka koperasi akan semakin berkembang dan petani yang masuk di dalam system kemitraan tersebut akan turut maju dan berkembang serta lebih sejahtera.

Apakah hitungan-hitungan di atas ada yang masih dipertanyakan? Bagaimana menurut Anda?