...Singkong jadi Andalan Indonesia untuk Pangan, Pakan dan Energi...

Selasa, 31 Maret 2009

ELOI, Makanan pokok dari Singkong






ELOI, Makanan pokok dari Singkong masyarakat pedalaman Kabupaten Nunukan

Oleh : Dian Kusumanto

  Eloi adalah makanan pokok masyarakat pedalaman di beberapa kecamatan Kabupaten Nunukan yang diolah dari Ubikayu alias Singkong. Eloi dibuat dari tepung pati sari ubikayu atau singkong dengan cara dimasak seperti membuat lem tapioka.

Di Kabupaten Nunukan ada 3 (tiga) kecamatan yang masyarakat aslinya mengkonsumsi Eloi sebagai menu makanan pokok hariannya, yaitu Kecamatan Lumbis, Sembakung dan Sebuku. Mereka sebagian juga menanam tanaman Padi Ladang atau Padi Sawah, namun hasil berasnya tidak mereka konsumsi tetapi dijual untuk mendapatkan uang bagi keperluan hidup lainnya. Masayarakat yang menjadikan Eloi sebagai bahan makanan pokoknya adalah dari suku dayak yang di pedalaman, khususnya dari suku Dayak Tujung, Dayak Tegalan dan Dayak Agabag.  

Bahan pembuatan tepung sari ubi, atau sering disebut sebagai tepung Nato, biasanya dibuat dari jenis-jenis Singkong tertentu yang banyak mengandung pati. Beberapa jenis ubikayu atau Singkong untuk bahan tepung Nato adalah jenis Singkong yang pahit. Kenapa dipilih Singkong yang pahit, karena biasanya hama seperti Babi tidak menyukainya. Padahal yang paling sering menjadi ancaman bagi petani adalah serangan hama Babi ini.  

Panen optimal tanaman Singkong agar kandungan tepung patinya tinggi atau pada tingkat optimal adalah paling tidak berumur sekitar 6 bulan. Di Kecamatan Lumbis paling tidak ada 4 jenis Ubikayu yang biasa diolah untuk Eloi, yang kesemuanya pada saat umur panen memang terasa pahit, namun rasa pahitnya hilang jika diolah menjadi Tepung Nato, bahan untuk makanan Eloi. Nama daerah Ubikayu untuk bahan Eloi tersebut adalah :
1. Ubikayu Sinalak
2. Uikayu Tadong Kabul
3. Ubikayu Kampuan
4. Ubikayu Inunnulai (kulit putih keperakan)

Menu makan Eloi dihidangkan dan dikonsumsi rata-rata mayarakat tadi minimal 2 kali dalam sehari. Dalam suatu keluarga dengan jumlah anggota sekitar 4 orang dapat menghabiskan Tepung Nato sekitar 1 baskom yang berisi sekitar 5 kg untuk selama 2-3 hari. Jadi rata-rata konsumsi Tepung Nato adalah sekitar 0,4 - 0,6 kg per hari per orang. Kalau dalam sebulan berarti dibutuhkan sekitar 12 – 18 kg/ orang atau sekitar 144 – 216 kg tepung Nato per orang/tahun.

Kalau dihitung kebutuhan Ubikayunya dengan kadar pati Nato sekitar 20 % maka jumlah konsumsi ubikayu sekitar 720 – 1.080 kg Ubikayu/tahun/orang. Jadi kalau dalam suatu keluarga ada 4 orang anggota maka diperlukan Ubikayu segar sekitar 2.880 – 4.320 kg Ubikayu/ tahun/ keluarga. Jadi untuk suatu keluarga dengan sekitar 4 anggota keluarga hanya tidak sampai 5 ton Ubikayu dalam setahun. Atau hanya diperlukan kebun Singkong seluas sekitar 1.000 m2 atau 0,1 hektar saja, dengan asumsi produktifitas 50 ton/ha/musim.

Kalau dalam suatu keluarga mempunyai 1 hektar kebun Ubikayu dengan produksi dalam waktu 6 bulan sekitar 50 ton/ha, berarti keluarga tersebut masih mempunyai kelebihan cadangan Ubikayu sekitar 45 ton dalam setiap 6 bulan atau ada cadangan selama setahun sebesar 90 ton. Artinya masih sangat berlebih-lebih. Kelebihan ini memang biasa digunakan untuk keperluan-keperluan sosial dan lain-lain. Namun selama ini Ubikayu belum menjadi komoditi yang bisa diperjualbelikan yang bisa diganti dengan uang, mungkin karena semua anggota masyarakat memiliki kebun Singkong yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka masing-masing.